BISNIS TIKET PESAWAT ONLINEBISNIS TIKET PESAWAT ONLINE
Direkomendasikan bagi Anda yang ingin memiliki dan mengelola bisnis penjualan tiket pesawat secara online, murah, mudah, cepat, dan aman. KLIK DISINI untuk mendapatkan informasi selengkapnya.

KOLEKSI WALLPAPER FOTO PESAWAT TERBANG :


Wacana pertahanan keamanan yang dikembangkan penyelenggara negara selama ini diperlu dikaji ulang

Wacana pertahanan keamanan yang dikembangkan penyelenggara negara selama ini diperlu dikaji ulang. Info sangat penting tentang Wacana pertahanan keamanan yang dikembangkan penyelenggara negara selama ini diperlu dikaji ulang. Mengungkap fakta-fakta istimewa mengenai Wacana pertahanan keamanan yang dikembangkan penyelenggara negara selama ini diperlu dikaji ulang

Wacana pertahanan keamanan yang dikembangkan penyelenggara negara selama ini diperlu dikaji ulang Kotabumi Barangkali wacana tentang pertahanan keamanan yang dikembangkan oleh para penyelenggara negara selama ini diperlu dikaji ulang, hal ini juga dinyatakan oleh Dirjen Srahan Mayjen sudrajat dalam penataran Manajemen Strategic yang diselenggarakan Badan Diklat Dephan Januari lalu. Karena pertahanan dan keamanan seolah0olah dianggap dua hal dan tanggung-jawab yang berbeda, dimana yang satu menjadi tanggung jawab TNI dan lainnya menjadi tanggung jawab Polri. Dan hal ini menjadi jelas dengan keluarnya Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000 dan Tap MPR No. VII/MPR/2000, yang menetapkan TNI dan Polri secara kelembagaan terpisah sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing. Dalam hal ini TNI sebagai alat negara yang berperan sebagai alat pertahanan sedangkan Kepolisian sebagai alat negara berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Dimana konsep tertahanan negara dimaksudkan untuk menangkal dan mengatasi segal bentuk ancaman dari luar negeri. Sekalipun dikatakan kedua pihak dapat saling berkoordinasi dalam arti saling membantu dengan prosedur tertentu, akan tetapi filosofi yang terkandung dari makna pertahanan yang berorientasi terhadap ancaman dari luar dan keamanan yang berorientasi terhadap ancaman dari dalam, tidak dapat menutupi perbedaan tersebut yang mengandung konsekwensi siapa bertanggung jawab terhadap apa. Dan dalam wacana ini rakyat pada umumnya seolah-olah tidak dilibatkan. Pada Undang-undang pertahanan negara mengisyaratkan dengan tegas bahwa hakekat pertahanan negara bersifat semesta dengan melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya nasional lainnya. Dan persepsi salah ini menjadi semakin lengkap karena orang-orang yang berkompeten untuk mensosialisasi undang-undang tersebut terlalu sibuk dalam hiruk pikuk dunia politik yang akan menentukan eksistensi mereka di tahun 2004 mendatang. dan lebih tertarik untuk melakukan sosialisasi pada masyarakat kedutaan yang ada di luar negeri yang apapun alasannya rasanya menjadi terlu naif, dimana bekerja sambil rekreasi ini telah menjadi karakter fenomenal sejak jaman orde baru. Itu sebabnya sidang-sidang di gedung DPR lebih sering kosong atua tidak mencapai kuorum karena anggota dewan yang terhormat lebih suka rapat di hotel mewah disamping adanya alasan lain yang lebih politis tentunya. disamping itu pola Recruitment komponen pertahanan negara yang dilaksanakan sudah jauh menyimpang dari tujuan semula sebagaimana yang dimaksud oleh UU No. 1 tentang Prajurit ABRI maupun UU No. 3 th. 2000 tentang pertahanan negara. Dimana Wajib Militer (wamil) sebagai salah satu bentuk dari tanggung jawab masyarakat dalam bela negara, hanya dijadikan alternatif pencarian lapangan kerja yang "nota bene" bukan menjadi rahasia umum membutuhkan biaya tertentu. Lalu apa yang dihasilkan selain semangat patriotisme keinginan untuk membela negara?, tidak lain perhitungan cost dan benevit yang berakibat terjadinya krisis moral bagi para taruna sebagai akibat adanya tuntutan investasi yang harus kembali. Sekali lagi tentu tidak semua berfikir demikian, tapi paling tidak turut memberikan justifikasi terhadap phenomena tersebut. Namun demikian tentu saja, krisis ekonomi merupakan muara dari semua permasalahan tersebut. Kesenjangan yang semakin jauh antara sikaya dan simiskin, kebijaksanaan pemerintah yang dianggap tidak memihak masyarakat lapis kebawah, tuntutan kebutuhan untuk bertahap hidup, serta semakin langkanya lapangan kerja bagi para kerah bitu, dan sebagainya, menyebabkan orang semakin impulsif dan mudah terprofokasi. Malangnya "krisis" itu sendiri sering terjadikan komoditi politik para penyelenggara negara, dimana kebijaksanaan yang tidak populer serta merta menjadi momentum untuk memantapkan eksistensi mereka dalam meyongsong pemilu 2004, yang tentunya tidak mengherankan apabila ujung-ujungnya adalah tuntutan untuk mundur. sementara kelompok lain menanggapinya sebagai sebuah upaya dari kelompok "Post power sindrom", dan "Statusquo".


Powered By : Blogger